Kamis, 20 Desember 2012
Idealnya, Penyuluh Kehutanan 21.000 Orang
Tuesday, December 4th, 2012 13:54 by redaksi Print this page
Tuesday, December 4th, 2012 13:54 by redaksi Print this page
Penyuluh kehutanan di
lapangan sangat berperan dan berfungsi sebagai pembina masyarakat dan
pelaksana kegiatan tanam menanam. “Mereka jadi pendamping masyarakat
atau kelompok tani hutan sebagai pelaku utama dalam kegiatan pembangunan
kehutanan yang berbasis masyarakat (community base development),” ujar Kepala Badan Penyuluhan dan Sumber daya Manusia (SDM) Kehutanan, Kementerian Kehutanan, Dr Ir Tachrir Fathoni.
Sebagai pendamping, maka peran penyuluh
pun sangat krusial. Pasalnya, pembangunan hutan berbasis masyarakat itu
sendiri sangat beragam, seperti hutan kemasyarakatan (HKm), hutan desa
(HD), hutan tanaman rakyat (HTR), dan hutan rakyat kemitraan (HRK).
Belum lagi model desa konservasi (MDK), kebun bibit rakyat (KBR),
rehabilitasi hutan dan lahan (RHL) daerah aliran sungai (DAS) prioritas,
peningkatan usaha produktif kehutanan, serta penciptaan nilai tambah
hasil hutan oleh kelompok tani. “Yang tak kalah penting memberikan
informasi mengenai akses pasar, akses teknologi, akses modal dan
lain-lain,” tambah sarjana Kehutanan UGM yang menyelesaikan doktornya di
University of Edinburgh, Inggris ini.
Menyinggung soal penyuluh dan SDM
kehutanan menghadapi persaingan global, ayah 2 putra dan 1 putri ini
menegaskan, di bawah kepemimpinan Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan,
dirinya diberi tugas untuk menggenjot dan meningkatkan agar SDM
kehutanan profesional dalam memelihara dan memanfaatakan sumber daya
hutan (SDH) secara berkelanjutan.
“Intinya, agar SDM kehutanan mampu
menicptakan nilai tambah dari hasil hutan sehingga bisa merebut pangsa
pasar global,” imbuh mantan Kabalitbang Kehutanan ini.
Disadarinya, kemajuan dan kesejahteraan
bangsa bisa terwujud bukan semata keunggulan sumber daya alam (SDA),
namun harus didukung SDM yang memadai. Untuk itu, kompetensi dan
profesionalitas seluruh SDM kehutanan sudah jadi tuntutan yang tidak
bisa ditawar-tawar lagi, kata mantan Kapus Humas/Seditjen PHKA,
Kementerian Kehutanan. Berikut cuplikan wawancara dengan pria kelahiran
1956 di Boyolali, Jateng yang kerap disapa Pak Ustadz tersebut:
Apa problem yang dihadapi Badan
Penyuluhan dan Pengembangan SDM Kehutanan sebagai badan atau setingkat
direktorat jenderal — eselon I — yang masih seumur jagung (3 tahun)?
Terus terang, kita sudah jauh melangkah
sejak lahirnya UU No.16 tahun 2006 tentang Penyuluhan Pertanian,
Perikanan, Kehutanan. Sesuai amanat UU itu, di Kemenhut juga sudah
dibentuk Badan Penyuluhan dan SDM yang dipimpin pejabat eselon I.
Problemnya memang masih ada, misalnya soal kelembagaan penyuluhan di
daerah yang belum mantap, tatahubungan kerja juga belum terbangun serta
jumlah penyuluh kehutanan sendiri belum memadai dalam sisi kuantitas
maupun kualitas.
Lalu, bagaimana mengenai pembiayaan?
Karena kelembagaannya belum mantap dan
tatakerjanya belum terjalin dengan bagus — belum lagi dukungan
pemerintah provinsi, kabupaten/kota dalam soal pembiayaan penyuluhan pun
sangat kecil — maka soal pembiayaan juga belum lancar. Apalagi ,
sumber pembiayaan seperti bantuan donor belum tergarap. Alokasi untuk
dana alokasi khusus (DAK) kehutanan sebesar 5% untuk fasilitas sarana
dan prasarana penyuluh pun juga belum sepenuhnya direalisir sesuai
Permenhut tentang DAK Kehutanan sehingga persoalan biaya jadi problem
tersendiri.
Tatahubungan kerja penyuluh kehutanan di daerah selama ini sebenarnya seperti apa?
Kelembagaan dan tatahubungan kerja
(Tahubja) penyuluh kehutanan di sebagian provinsi, kabupaten/kota memang
belum sesuai dengan UU No.16 tahun 2006. Koordinasi antara instansi
yang terkait tampaknya masih sulit dilakukan. Penetapan wilayah kerja
penyuluh juga bervariasi dan penyuluh kehutanan seringkali diperankan
sebagai penyuluh di luar kehutanan.
Malah, di berbagai daerah, penyuluh
kehutanan kurang didayagunakan sebagai tenaga pendamping dalam kegiatan
pembangunan kehutanan di lapangan. Masalah lain, pemahaman pentingnya
kelembagaan kelompok dan peran penyuluh dalam pemberdayan masih rendah.
Kabarnya di sejumlah daerah belum memiliki penyuluh kehutanan?
Berbicara mengenai pengembangan SDM
penyuluh kehutanan yang menangani koordinasi penyuluh di provinsi, terus
terang saya melihat banyak yang belum memiliki tenaga penyuluh
kehutanan atau SDM yang paham tentang kehutanan. Apalagi dengan jumlah
penyuluh yang belum memenuhi harapan serta banyak penyuluh kehutanan
yang belum mengikuti pendidikan dan pelatihan (Diklat) dasar penyuluhan
dan Diklat penjenjangan, perpanjangan usia pensiun 60 tahun seperti yang
diatur dalam Perpres 55/2010, di mana oleh bupati/walikota masih belum
dioptimalkan.
Belum lama ini rapat koordinator
penyuluhan digelar di Jakarta. Selain Menhut Zulkifli Hasan, hadir
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas, Armida
Alisjahbana dan sejumlah pejabat penting yang terkait dengan penyuluhan
kehutanan. Begitu penting pejabat yang diundang terhadap mengisi
kekurangan atau kelemahan dalam penyuluhan kehutanan ke depan?
Sangat penting, memang. justru Rakor
dilakukan untuk memecahkan semua pemasalahan, kendala serta problem yang
dihadapi penyuluhan kehutanan sekarang ini. Karena itu diundang para
gunernur, bupati/walikota dan kepala dinas kehutanan seluruh Indonesia.
Dan Alhamdulilah banyak yang hadir, termasuk nara sumber
penting yang memang terkait dengan peningkatan peyuluhan kehutanan. Jika
mereka sudah mengetahui kelemahan dan kekurangannya, maka tinggal
langkah perbaikannya.
Anda tadi bilang jumlah penyuluh kehutanan sedikit, berapa sih kebutuhan idealnya?
Memang jumlah penyuluh kehutanan dari
unsur pegawai negeri sipil (PNS) masih relatif kecil. Baru mencapai
4.056 orang. Tenaga penyuluh kehutanan swadaya masyarakat sudah 2.505
orang. Sementara itu kebutuhan idealnya untuk seluruh Indonesia
seharusnya 21.000 penyuluh kehutanan. Jadi, masih banyak kurangnya
karena baru terpenuhi kurang 20% saja.
Kabarnya, saat ketemu Menteri PPN pada acara Rakor Penyuluhan, Anda membisikkan minta dukungan tambahan penyuluh kehutanan?
Hehehe… Saya sebenarnya minta tambahan
5.000 penyuluh lagi sampai tahun 2014 nanti. Itu sebabnya kami terus
melakukan penggalangan mencari dukungan dari luar instansi kehutanan
yang punya kaitan dengan kegiatan penyuluhan.
Tadi Anda menyebutkan tatahubungan
kelembagaan penyuluhan masih lemah, tapi Menteri Kehutanan memberikan
penghargaan kepada empat gubernur, apa pertimbangannya?
Betul sekali. Pak Menteri Zulkifli Hasan
memberikan penghargaan terhadap empat gubernur masing-masing Gubernur
Lampung, Gubernur Jawa Tengah, Gubernur Selawesi Selatan, dan Gubernur
Kalimantan Timur. Empat gubernur tersebut mempunyai kepedulian yang
tinggi terhadap penyuluh kehutanan. Jadi, mereka memang pantas diberi
penghargaan. AI
Label:
BERITA
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar